Jakarta – Laporan tahunan mengenai lanskap ancaman siber ransomware telah dirilis, mengungkap perkembangan signifikan baik secara global maupun regional. Dalam analisis terbaru, diketahui bahwa kawasan Timur Tengah, Asia Pasifik, dan Afrika menjadi wilayah dengan serangan ransomware paling banyak. Sementara itu, Amerika Latin, CIS, dan Eropa berada di posisi yang menyusul.
Dari data yang dikumpulkan, terlihat bahwa dari 2023 hingga 2024, proporsi pengguna yang terkena serangan ransomware meningkat menjadi 0,44 persen. Meski angkanya terlihat kecil, hal ini menggambarkan sebuah tren yang mengkhawatirkan. Penyerang biasanya tidak menyebarkan jenis malware ini secara luas, namun lebih memilih untuk menargetkan entitas atau individu dengan tingkat nilai tinggi, sehingga mengurangi jumlah total insiden yang tercatat.
Di kawasan Timur Tengah dan Asia Pasifik, transformasi digital yang pesat menjadi salah satu faktor utama mengapa ransomware mengincar lebih banyak pengguna. Perluasan permukaan serangan ditambah dengan berbagai tingkat kematangan keamanan siber menciptakan opportunity bagi penyerang. Serangan terhadap infrastruktur dan teknologi operasional di negara-negara dengan ekonomi yang sedang berkembang menunjukkan peningkatan signifikan.
Berdasarkan data, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik paling banyak menjadi sasaran serangan. Situasi ini diperparah oleh faktor hukum privasi data yang baru, menjadikan organisasi lebih rentan. Sementara itu, di Afrika, meski serangan ransomware masih terbilang jarang, peningkatan digitalisasi dan perluasan ekonomi digital, khususnya di Afrika Selatan dan Nigeria, mulai menarik perhatian penyerang. Sektor-sektor penting seperti manufaktur, keuangan, dan pemerintahan menjadi perhatian utama.
Tidak sedikit organisasi yang mengalami kendala dalam hal kesadaran dan sumber daya keamanan siber. Hal ini menjadikan mereka lebih terbuka terhadap ancaman siber, meskipun fakta bahwa permukaan serangan di kawasan tersebut masih relatif kecil menjadikan mereka lebih terlindungi dibandingkan dengan wilayah lainnya yang sudah menjadi hotspot. Namun, peningkatan digitalisasi yang terus berlanjut, terutama di negara-negara berkembang, menunjukkan bahwa ancaman ransomware akan semakin meningkat.
Amerika Latin menghadapi tantangan serupa, terutama di negara-negara seperti Brasil, Argentina, Chili, dan Meksiko. Sektor-sektor penting seperti manufaktur, pemerintahan, dan pertanian menjadi incaran, tetapi kendala ekonomi serta besaran tebusan yang lebih kecil sering kali menghalangi penyerang untuk beraksi lebih agresif. Namun, dengan terus berkembangnya adopsi teknologi digital di kawasan ini, paparan terhadap serangan ransomware juga meningkat.
Dengan demikian, perhatian terhadap keamanan siber menjadi semakin krusial. Setiap organisasi di kawasan yang berisiko harus meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai ancaman ini. Mengimplementasikan teknologi dan strategi terbaru dalam keamanan siber, serta memberikan pelatihan kepada karyawan, dapat membantu meminimalkan risiko serangan ransomware. Ke depan, perhatian kolektif dari organisasi dan individu menjadi sangat penting dalam membangun ketahanan terhadap serangan yang semakin canggih ini.