Jakarta – Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mendorong penguatan peran maskapai nasional dalam pengelolaan angkutan udara haji dan umrah dengan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Hal ini dilakukan untuk memberikan kontribusi lebih besar bagi maskapai nasional agar berpartisipasi dalam layanan transportasi penerbangan ibadah ini.
Agustinus Budi Hartono, Direktur Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara, mengungkapkan sejumlah masukan resmi dalam rapat dengan panitia kerja yang membahas RUU tersebut. Ia menjelaskan bahwa saat ini, belum ada regulasi yang mengharuskan atau memprioritaskan maskapai nasional dalam layanan transportasi haji dan umrah. Keberadaan maskapai asing yang mendominasi layanan angkutan ini masih menjadi tantangan, akibat dari penawaran harga yang lebih kompetitif dan kesiapan armada yang dianggap lebih baik.
Agustinus menegaskan, penting bagi RUU yang sedang dibahas untuk mencantumkan klausul yang mengutamakan maskapai nasional. Di samping itu, ia juga menyarankan pengadaan transportasi udara haji dilakukan melalui kontrak multi-tahun. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kepastian bagi maskapai untuk berinvestasi dalam pengadaan armada dan pelatihan awak pesawat, serta peningkatan layanan yang lebih optimal.
Lebih lanjut, Agustinus mengusulkan adanya mekanisme yang memungkinkan negosiasi harga yang lebih baik berkat kontrak jangka panjang ini. Dengan demikian, risiko harga sewa pesawat yang tinggi akibat kondisi mendesak dapat terhindarkan. Aspek fasilitas juga perlu diperhatikan, terutama dalam penyelenggaraan angkutan udara haji yang memerlukan terminal khusus atau area tunggu terintegrasi di bandara embarkasi.
Kemenhub mendorong agar RUU yang direvisi mencantumkan mandat bagi pemerintah untuk memfasilitasi pembangunan terminal khusus di setiap bandara embarkasi. Ini bertujuan untuk meningkatkan pengalaman dan nyaman bagi jamaah, terutama bagi mereka yang lansia atau penyandang disabilitas. Saat ini, jamaah haji masih bergantung pada terminal umum yang tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik, mulai dari jalur imigrasi hingga keamanan yang sesuai.
Pihak Kemenhub juga mengusulkan penguatan regulasi terkait pemeriksaan kelaikan pesawat yang akan digunakan untuk penerbangan haji. RUU ini diharapkan dapat mengatur bahwa hanya pesawat yang memenuhi standar khusus yang berhak digunakan dalam penerbangan haji. Hal ini mencakup audit teknis yang meliputi pemeriksaan kelaikan pesawat, kelengkapan asuransi, serta rekam jejak maskapai dan fasilitas pendukung kenyamanan bagi jamaah.
Selama ini, hal-hal tersebut belum diatur secara eksplisit sebagai prosedur tahunan dalam hukum penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Dengan adanya revisi ini, diharapkan kualitas pelayanan transportasi untuk ibadah haji dapat meningkat, seiring dengan bertambahnya jumlah jemaah haji Indonesia ke Tanah Suci setiap tahunnya.
Untuk informasi, pada tahun 2025, penerbangan haji akan dilayani oleh beberapa maskapai, antara lain Garuda Indonesia, Saudia Airlines, dan Lion Air. Penerbangan ini akan dilakukan melalui 13 bandara di Indonesia, mencakup lokasi-lokasi seperti Banda Aceh, Medan, Padang, Batam, dan beberapa kota besar lainnya. Dengan adanya langkah-langkah perbaikan dan perhatian terhadap aspek layanan ini, diharapkan ibadah haji menjadi pengalaman yang lebih baik bagi setiap jamaah.