www.beritacepat.id – Ratusan penelitian dari berbagai penjuru dunia secara konsisten menunjukkan bahaya yang ditimbulkan oleh Bisphenol A (BPA). Zat kimia ini merupakan komponen utama dalam pembuatan plastik polikarbonat, yang banyak digunakan dalam galon air minum sekali pakai.
Berbagai riset menyatakan bahwa plastik keras seperti galon yang terbuat dari polikarbonat bisa mengganggu sistem hormon manusia serta memiliki potensi untuk memicu sejumlah penyakit serius.
BPA sering dijumpai dalam kemasan makanan, termasuk air minum kemasan galon, dan berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan seperti kanker, obesitas, gangguan reproduksi, dan kelainan perilaku pada anak.
Temuan ini diperkuat oleh penelitian dari Harvard University yang menunjukkan bahwa penggunaan kemasan plastik polikarbonat selama satu minggu dapat meningkatkan kadar BPA dalam urin manusia hingga 69 persen. Penelitian lain dari Kenya pada tahun 2024 menemukan bahwa semua sampel galon yang terbuat dari polikarbonat melepaskan BPA melebihi ambang batas aman yang diizinkan.
Angka ini merujuk pada rekomendasi Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) tahun 2023, yang menetapkan batas maksimal BPA sebagai 4 mikrogram per kilogram berat badan per hari. Ini menunjukkan bahwa penggunaan galon berbahan polikarbonat seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari konsumen dan regulator.
BPA dikenal sebagai senyawa pengganggu endokrin yang meniru hormon estrogen. Paparan jangka panjang terhadap zat ini dapat menyebabkan akumulasi yang tak terdeteksi oleh konsumen, yang bisa membahayakan kesehatan.
Pemerintah Perlu Responsif Terhadap Hasil Riset
Melihat hasil riset yang mencolok ini, EFSA menurunkan ambang batas TDI BPA secara drastis pada bulan April 2023 hingga hanya 0,2 ng/kg berat badan. Ini merupakan angka yang 20.000 kali lebih rendah dibandingkan dengan standar sebelumnya yang ditetapkan pada tahun 2015.
Perubahan batas ini mendorong upaya regulasi yang lebih ketat untuk melindungi konsumen. Pada tanggal 19 Desember 2024, Komisi Eropa secara resmi melarang BPA dalam semua bahan kemasan yang bersentuhan dengan makanan dan minuman.
Berbagai negara seperti Prancis, Belgia, Swedia, dan Tiongkok juga telah melakukan pelarangan serupa. Ini menunjukkan bahwa perhatian dunia terhadap risiko BPA semakin meningkat dan diikuti dengan langkah-langkah konkret untuk melindungi masyarakat.
Di Indonesia, Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) melaksanakan investigasi lapangan pada akhir tahun 2024. Hasilnya menunjukkan bahwa hampir 40% galon guna ulang yang beredar sudah melewati batas umur aman untuk digunakan.
Banyak dari galon tersebut ternyata sudah digunakan selama 2-4 tahun, jauh melebihi rekomendasi dari pakar polimer Universitas Indonesia, Prof. Mochamad Chalid, yang menyarankan agar galon seharusnya digunakan tidak lebih dari satu tahun atau maksimal 40 kali isi ulang.
Risiko Kesehatan yang Mengintai Pengguna
Ketua KKI, David Tobing, mengungkapkan keprihatinan atas temuannya tersebut. Ia menyatakan bahwa galon yang sudah terlalu tua seharusnya ditarik dari peredaran karena berpotensi menimbulkan risiko kesehatan yang serius.
“Semakin tua usia galon guna ulang, semakin banyak BPA yang bisa meluruh ke dalam air minum,” tambahnya. Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga mencatat temuan serupa.
Dalam uji pasar yang dilakukan pada Januari 2022, ditemukan bahwa 33% dari sampel distribusi dan 24% dari produksi menunjukkan migrasi BPA yang mendekati ambang bahaya. Ini menunjukkan bahwa kondisi kemasan yang sudah tua dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Kelompok rentan seperti bayi usia 6-11 bulan dan anak-anak berusia 1-3 tahun masing-masing memiliki risiko terpapar BPA 2,4 kali dan 2,12 kali lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Ini menegaskan pentingnya perlindungan ekstra untuk anak-anak.
Menanggapi hasil penelitian ini, BPOM akhirnya mengeluarkan Peraturan Nomor 6 Tahun 2024 yang mewajibkan adanya label peringatan “Berpotensi Mengandung BPA” di galon-galon guna ulang yang terbuat dari polikarbonat.
Protes Dari Sektor Industri dan Langkah Selanjutnya
Meskipun menghadapi penolakan dari pihak industri, aturan tersebut diberi masa transisi hingga 2028. Namun, David Tobing mendesak agar penerapan label dipercepat dan regulasi terkait batas usia pakai galon segera diberlakukan untuk melindungi konsumen dari risiko kesehatan.
Pentingnya kebijakan ini tak dapat dipandang sebelah mata, mengingat potensi bahaya yang ditimbulkan oleh BPA dan dampaknya pada kesehatan masyarakat. Kesadaran akan risiko kesehatan menjadi faktor kunci dalam mendorong perubahan kebijakan yang lebih ketat.
Ketelitian dalam pengawasan produk dan edukasi yang baik bagi konsumen juga sangat diperlukan agar masyarakat lebih paham mengenai risiko yang dapat ditimbulkan. Dalam hal ini, peran pemerintah, industri, dan masyarakat merupakan kunci dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman.
Masyarakat juga diharapkan aktif mencari informasi dan melaporkan setiap produk yang mencurigakan guna membantu memperkuat pengawasan. Dengan upaya kolektif, diharapkan kita bisa mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh BPA ini dan melindungi generasi mendatang.
Ke depan, penting bagi semua pihak untuk berkolaborasi dan mengambil langkah nyata demi kesehatan jangka panjang. Tidak ada kompromi dalam hal keselamatan dan kesehatan, terutama ketika berhadapan dengan bahan-bahan kimia berbahaya seperti BPA yang bisa membahayakan kehidupan kita.