www.beritacepat.id – Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo merekomendasikan transisi bagi produsen kendaraan listrik di Indonesia untuk beralih dari penggunaan baterai lithium ke nikel. Kebijakan ini dianggap strategis karena Indonesia merupakan salah satu penghasil nikel terbesar di dunia, menawarkan potensi luar biasa untuk industri baterai lokal.
“Kami sedang memfokuskan upaya untuk mendorong pabrik-pabrik kendaraan listrik di dalam negeri agar beralih dari baterai berbasis lithium ke nikel,” jelas Kartika setelah menghadiri International Battery Summit 2025 di Jakarta. Ini adalah langkah penting untuk memanfaatkan sumber daya nikel yang melimpah di Indonesia.
Kerjasama antara sejumlah BUMN dan perusahaan besar di sektor baterai memperkuat posisi Indonesia dalam industri kendaraan listrik. Pemerintah juga aktif meminta dukungan dari kementerian lain agar bisa memberikan insentif untuk mempercepat peralihan tersebut.
Dalam konteks global, permintaan baterai kendaraan listrik diproyeksikan mencapai 8.800 GWh pada tahun 2040. Ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat rantai pasok di tingkat global, terutama dalam hal pengamanan bahan baku dan efisiensi distribusi.
Proyek ekosistem industri baterai kendaraan listrik yang diluncurkan oleh Presiden Prabowo pada Juni 2025 mempertegas langkah strategis ini. Proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara PT Aneka Tambang (Antam), Indonesia Battery Corporation, dan berbagai konsorsium internasional yang bergerak di bidang baterai.
Proyek yang terbagi dalam enam subproyek ini dikerjakan di dua lokasi, dengan total investasi mencapai US$5,9 miliar. Tanah yang digunakan seluas lebih dari 3.000 hektare di kawasan Artha Industrial Hills, yang memiliki potensi untuk menyerap hingga 8.000 tenaga kerja.
Aspek keberlanjutan juga menjadi perhatian di dalam pengembangan proyek ini. Menggunakan kombinasi sumber energi dari PLTU, PLTG, dan tenaga surya, proyek ini diharapkan dapat meminimalkan dampak lingkungan.
Pemerintah memiliki ambisi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam industri baterai kendaraan listrik global. Salah satu alasan utama di balik dorongan untuk beralih ke baterai berbasis nikel adalah ketersediaan sumber daya yang melimpah di dalam negeri.
Keunggulan Baterai Nikel dibandingkan Lithium
Baterai nikel, khususnya tipe NMC (nikel mangan kobalt), menawarkan kepadatan energi yang lebih tinggi dibandingkan tipe baterai LFP (Lithium Ferro Phosphate). Dengan kepadatan energi yang bisa mencapai 220 Wh/kg, baterai nikel memungkinkan kendaraan listrik beroperasi dengan lebih efisien dan menjangkau jarak yang lebih jauh dalam sekali pengisian.
Selain kemampuannya dalam menyimpan daya, penggunaan nikel juga dapat memperkuat rantai pasok lokal dan menekan biaya produksi. Indonesia memiliki cadangan nikel yang melimpah, sehingga transisi ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk lokal di pasar global.
Baterai LFP, meski lebih murah dan memiliki ketahanan yang baik, cenderung digunakan pada kendaraan entry-level. Kendaraan dengan baterai nikel, di sisi lain, lebih mengedepankan performa dan jangkauan yang lebih jauh, sehingga lebih sesuai untuk segmen kendaraan menengah dan atas.
Kepemilikan nikel yang stabil di Indonesia memungkinkan pengembangan teknologi dan inovasi di sektor kendaraan listrik, menjadi nilai tambah dalam era transisi energi yang sedang berlangsung. Potensi ini menjadikan Indonesia layak menjadi salah satu pusat produksi kendaraan listrik global di masa depan.
Analisis Perbandingan Baterai
Salah satu karakteristik utama yang membedakan antara baterai nikel dan LFP adalah umur pakai dan stabilitas termal. Baterai LFP umumnya memiliki siklus pengisian yang lebih panjang dan lebih tahan lama, menjadikannya pilihan populer untuk penggunaan kendaraan sehari-hari.
Sebaliknya, baterai nikel tumbuh dalam popularitas seiring dengan peningkatan permintaan akan kendaraan performa tinggi yang membutuhkan jangkauan yang lebih jauh. Ini menuntut produsennya untuk terus berinovasi agar tetap kompetitif di pasar.
Dalam hal biaya produksi, baterai LFP lebih ekonomis, sedangkan biaya untuk produksi baterai nikel lebih tinggi karena kompleksitas proses dan bahan baku yang lebih mahal. Ini mengharuskan produsen untuk mempertimbangkan harga jual dan daya tarik bagi konsumen.
Sebagai hasil dari perbedaan karakteristik ini, aplikasi baterai LFP dan nikel pun bervariasi. Kendaraan listrik dengan baterai nikel lebih sering ditemukan pada model-model premium, yang mengedepankan fitur dan kehandalan, sedangkan LFP lebih umum pada kendaraan yang mengutamakan biaya rendah.
Implikasi Kebijakan Baterai Nikel di Masa Depan
Kebijakan pemerintah untuk memprioritaskan penggunaan baterai berbasis nikel ini bisa menjadi landasan bagi perkembangan industri kendaraan listrik di Indonesia. Keputusan ini tidak hanya sejalan dengan tren global yang mengedepankan kendaraan ramah lingkungan, tetapi juga bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja baru.
Dengan fokus pada pengembangan infrastruktur yang mendukung produksi dan distribusi baterai, Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi pusat inovasi teknologi baterai. Hal ini sangat penting dalam menjawab tantangan energi di masa depan yang semakin kompleks.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, industri, dan akademisi, diharapkan Indonesia dapat membangun ekosistem yang kuat untuk mendukung pertumbuhan kendaraan listrik. Sinergi ini esensial untuk menciptakan model bisnis yang berkelanjutan.
Masyarakat juga diharapkan dapat mendukung transisi ini dengan lebih mengenal teknologi kendaraan listrik. Edukasi mengenai manfaat dan keunggulan kendaraan listrik berbasis nikel harus gencar disosialisasikan untuk meningkatkan penerimaan publik.
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa dorongan untuk menggunakan baterai nikel bukan hanya tentang memanfaatkan sumber daya lokal, tetapi juga langkah strategis untuk menjadikan Indonesia sebagai kekuatan industri kendaraan listrik global. Ini adalah momen penting yang dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih cerah dalam inovasi energi.