www.beritacepat.id – Ibu Kota China, Beijing, baru saja dilanda banjir besar yang diakibatkan oleh hujan ekstrem. Peristiwa ini terjadi setelah hujan deras selama kurang dari seminggu, yang curah hujannya setara dengan jumlah air hujan yang biasanya turun selama satu tahun.
Banjir ini telah mengakibatkan puluhan korban jiwa dan memaksa banyak orang mengungsi. Lebih dari 80.000 penduduk terdampak, dan infrastruktur kota seperti jalan dan jaringan listrik mengalami kerusakan parah.
Akibat cuaca buruk ini, banyak penerbangan dibatalkan dan layanan kereta api ditunda. Para ahli memperingatkan bahwa Beijing saat ini menghadapi risiko besar, di mana kota ini dianggap sebagai “jebakan” bagi hujan yang turun dengan sangat lebat.
Deskripsi Hujan Lebat yang Melanda Beijing
Sebagian besar hujan yang turun dipusatkan di daerah pegunungan utara Beijing, terutama di sekitar Tembok Besar. Dalam laporan resmi, dilaporkan bahwa 28 orang meninggal dunia di distrik Miyun dan dua di Yanqing.
Hujan deras dimulai pada tanggal 23 Juli dan mencapai puncaknya pada 28 Juli, dengan hujan mencatat angka curah setinggi 573,5 mm di Miyun. Ini adalah angka yang sangat tidak biasa, mengingat rata-rata tahunan curah hujan di kota tersebut hanya sekitar 600 mm.
Peristiwa cuaca ekstrem ini membawa dampak buruk bagi komunitas lokal, dan curah hujan tersebut diwarnai dengan intensitas yang luar biasa. Hujan terberat terjadi pada 26 Juli, di wilayah Huairou, yang menyaksikan curah hujan 95,3 mm hanya dalam satu jam.
Dampak Terhadap Kehidupan Masyarakat dan Infrastruktur
Banjir besar ini mempengaruhi tidak hanya perilaku cuaca, tetapi juga banyak aspek kehidupan masyarakat. Jalan-jalan sangat sulit dilalui, dan banyak orang terjebak di rumah mereka tanpa akses pada layanan dasar.
Kemungkinan untuk melakukan evakuasi dan pemulihan pun menjadi terbatas, karena banyak desa tengah mengalami pemutusan jaringan listrik dan komunikasi. Akibatnya, hubungan antar desa menjadi terputus, menjadikan situasi semakin kritis.
Di tengah bencana ini, pemerintah lokal bekerja keras untuk mengevakuasi warga dan memberikan bantuan. Namun, cuaca yang tidak menentu menambah tantangan dalam penanganan bencana ini.
Penyebab dan Konsekuensi yang Lebih Besar
Para ahli mengungkapkan bahwa curah hujan yang sangat tinggi dalam waktu singkat ini tidak sesuai dengan sistem pertahanan yang ada. “Sangat sedikit sistem yang dirancang untuk menghadapi curah hujan yang sedemikian rupa dalam waktu yang singkat,” ungkap salah satu anggota tim peneliti.
Topografi lokal yang bergunung-gunung juga berperan dalam memperburuk keadaan. Daerah pegunungan di sekeliling Beijing menahan udara lembab, yang kemudian berakibat pada peningkatan curah hujan yang merusak.
Fenomena cuaca ini tidak hanya bersifat sementara dan mungkin terkait dengan perubahan iklim global. Wilayah utara China, yang biasanya kering, kini semakin sering mengalami hujan ekstrem dalam beberapa tahun terakhir, sebuah indikator dari dampak pemanasan global.
Perhatian Terhadap Masa Depan Cuaca Ekstrem di Beijing
Dengan meningkatnya frekuensi cuaca ekstrem, perlu adanya perhatian lebih terhadap infrastruktur dan sistem manajemen bencana. Jakarta dan kota besar lainnya di seluruh dunia juga dapat belajar dari kejadian di Beijing.
Pemerintah dan lembaga terkait di China telah diingatkan untuk meningkatkan kesiapan menghadapi bencana di masa depan. Kejadian ini menjadi pengingat akan pentingnya mitigasi risiko dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang semakin nyata.
Tenaga ahli dalam bidang iklim juga merasa perlu untuk melakukan studi lebih dalam. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pola hujan dan risiko terkait, langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif bisa diterapkan untuk melindungi masyarakat dan meminimalisir kerugian di masa mendatang.