www.beritacepat.id – Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, baru-baru ini mengungkapkan pentingnya transparansi dalam pengelolaan royalti musik di Indonesia. Dalam sebuah pernyataannya, ia menekankan bahwa upaya untuk meningkatkan pengumpulan royalti harus dilakukan secara terbuka untuk meningkatkan keadilan bagi para pencipta dan pelaku UMKM.
Langkah tersebut diambil sebagai respons terhadap kebutuhan untuk mengatur sistem pengumpulan royalti dengan lebih baik, terutama dalam konteks industri musik yang terus berkembang. Supratman menyatakan akan segera merilis peraturan menteri hukum baru yang mengatur hal ini.
Mendorong Keterbukaan dalam Pengumpulan Royalti Musik
Pada konferensi pers yang dilaksanakan di Gedung Kakanwil Kemenkumham Bali, Supratman menjelaskan bahwa dia setuju bahwa kejelasan terkait tarif royalti perlu dibicarakan lebih lanjut. Keterbukaan ini sangat penting agar para pelaku industri musik, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dapat merasakan manfaatnya.
Menurut Supratman, royalti yang terkumpul merupakan pengakuan bagi para pelaku seni dan bukan pajak yang mengalir ke kas negara. Ia menegaskan bahwa royalti tersebut disalurkan kepada pihak yang berhak, seperti Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Dalam diskusi ini, Supratman juga menyoroti pentingnya laporan transparan terkait pengumpulan royalti. Ia menginginkan agar masyarakat dapat mengetahui secara jelas bagaimana royalti tersebut dikumpulkan dan disalurkan.
Kesenjangan Perolehan Royalti Antara Indonesia dan Malaysia
Dalam perbandingan yang mencolok, Supratman menyampaikan bahwa perolehan royalti musik di Malaysia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Malaysia dilaporkan mampu mengumpulkan royalti musik mencapai Rp 600 hingga Rp 700 miliar per tahun, sementara Indonesia baru mencapai sekitar Rp 270 miliar.
Data ini membawa refleksi penting bagi industri musik di Indonesia yang memiliki populasi lebih besar, yaitu sekitar 280 juta jiwa. Dengan potensi pasar yang lebih besar, seharusnya pengumpulan royalti juga meningkat sejalan dengan jumlah penduduk yang ada.
Supratman mengungkapkan keprihatinan mendengar informasi bahwa seorang pencipta lagu pernah mendapatkan royalti hanya sebesar Rp 60 ribu per tahun. Hal ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam distribusi royalti yang perlu segera diperbaiki.
Pentingnya Hak Kekayaan Intelektual bagi Pelaku Seni
Supratman berharap bahwa langkah-langkah yang diambil untuk meningkatkan transparansi dan pengumpulan royalti ini bisa menjadi contoh bagi semua pelaku usaha di Indonesia. Memahami hak kekayaan intelektual merupakan langkah krusial bagi kesuksesan industri kreatif.
Kenaikan kesadaran mengenai pentingnya menghargai hak cipta akan menjaga keberlanjutan karya seni dan memberikan manfaat bagi pelaku industri. Dengan demikian, para pencipta lagu, musisi, dan seniman lainnya dapat lebih sejahtera.
Di samping itu, ia juga mengingatkan pelaku usaha untuk turut berpartisipasi dalam setiap inisiatif yang bertujuan untuk menghargai hak-hak kekayaan intelektual. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam pengakuan dan pelindungan hak cipta, semakin baik dampaknya bagi industri kreatif.
Keterlibatan Lembaga Manajemen Kolektif dalam Pembayaran Royalti
Supratman mengungkapkan adanya kesepakatan damai antara Lembaga Manajemen Kolektif Sentra Lisensi Musik Indonesia dengan Mie Gacoan terkait pembayaran royalti. Kesepakatan ini menunjukkan bahwa dialog serta kerjasama antar pihak relevan dalam mencapai solusi yang saling menguntungkan.
Kesepakatan tersebut ditandatangani di hadapan Supratman dan menunjukkan komitmen antara kedua belah pihak untuk menghargai hak cipta. Proses pendataan dan pencatatan pembayaran royalti juga menjadi aspek penting agar transparansi terjaga.
Dengan meningkatkan kepatuhan pihak-pihak terkait dalam pembayaran royalti, diharapkan penerimaan royalti bagi para pencipta lagu akan meningkat. Ini bukan hanya soal angka, tetapi lebih kepada mengakui nilai dari karya seni yang dihasilkan.