www.beritacepat.id – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menjamin bahwa tanah warisan milik masyarakat yang telah bersertifikat tidak akan diambil alih oleh negara. Hal ini menjadi pernyataan penting di tengah kekhawatiran pemilik tanah yang merasa terancam setelah peringatan dari Menteri ATR Nusron Wahid mengenai kewenangan negara dalam menyelamatkan tanah yang dianggap telantar.
Pernyataan ini muncul setelah peluncuran Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 yang mengatur tentang penertiban kawasan dan tanah telantar. Kementerian ATR/BPN menegaskan akan berhati-hati dalam melabeli tanah milik warga dan hanya akan menargetkan tanah yang memang tidak terpakai dan tidak dimanfaatkan dengan baik.
Masalah tanah telantar menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat, terutama mereka yang sudah mengurus sertifikat tanah dengan benar. Menurut Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, mereka tidak akan sembarangan menilai tanah warga sebagai telantar jika tanah tersebut sudah ada bangunan atau digunakan untuk kebun.
Pemahaman tentang Tanah Telantar dalam Konteks Hukum
Undang-Undang dan regulasi yang mengatur tentang tanah telantar memiliki tujuan untuk menjaga bagian tanah yang tidak dimanfaatkan secara optimal. Ini menjadi penting agar tanah tersebut tidak terabaikan atau terlantar tanpa kegunaan.
Dalam hal ini, jika terdapat rumah atau kebun di atas tanah, maka tanah tersebut jelas tidak bisa dikategorikan sebagai telantar. Harison menekankan bahwa tanah yang sudah diusahakan dan dibayar pajaknya tidak akan menjadi objek pengambilan oleh negara.
Lebih jauh lagi, kebijakan ini juga memberikan perlindungan kepada pemilik tanah bersertifikat hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB). Jika tanah HGU sudah digunakan untuk bangunan komersial, maka sudah dipastikan tanah tersebut tidak masuk kategori telantar.
Dampak Kebijakan Terhadap Masyarakat Pemilik Tanah
Kebijakan yang digulirkan oleh Kementerian ATR/BPN diharapkan dapat memberikan kejelasan dan ketenangan bagi masyarakat pemilik sertifikat tanah. Masyarakat tidak perlu khawatir kehilangan hak atas tanah yang mereka kelola.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian ATR, Embun Sari, menegaskan kembali bahwa tanah milik perorangan yang bersertifikat hak milik (SHM) tidak akan diambil alih negara. Hal ini menjadi langkah penting untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat.
Dari paparan yang disampaikan, saat ini yang menjadi fokus adalah tanah yang memang tidak terpakai. Kementerian memberikan batas waktu yang cukup panjang sebelum menetapkan objek tersebut sebagai tanah telantar.
Prosedur Penetapan Tanah Telantar dan Harapan Ke depan
Kementerian ATR/BPN memberikan batas waktu yang cukup fair, yaitu dua tahun ditambah 587 hari untuk menilai kondisi tanah. Jika dalam waktu yang ditentukan tanah tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, barulah akan dilakukan penetapan sebagai tanah telantar.
Kebijakan ini diharapkan tidak hanya menguntungkan pihak negara tetapi juga melindungi kepentingan masyarakat untuk mempertahankan hak atas tanah yang mereka miliki. Kebijakan ini dapat menjadi pembelajaran bagi pemilik tanah untuk lebih proaktif dalam memanfaatkan tanah mereka.
Dengan adanya penjelasan yang jelas mengenai penetapan tanah telantar, masyarakat diharapkan dapat lebih memahami dan merasa tenang dalam mengelola aset mereka. Komunikasi yang baik antara Kementerian dan masyarakat juga menjadi faktor penting untuk keberhasilan kebijakan ini.