Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) baru-baru ini berhasil mengidentifikasi spesies baru Kadal Buta (Dibamus Oetamai) yang ditemukan di Pulau Buton, wilayah Sulawesi Tenggara. Penemuan ini menjadi sorotan mengingat keunikannya sebagai reptil endemik yang belum banyak diketahui.
Ahli Madya Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Awal Riyanto, menjelaskan bahwa Kadal Buta adalah reptil yang memiliki kebiasaan hidup di dalam tanah, sehingga dikategorikan sebagai fosorial. Dengan bentuk tubuh yang menyerupai cacing, spesies ini memiliki ciri khas yang menarik—mata mereka mengalami degenerasi karena adaptasi lingkungan.
Dalam penjelasannya, Awal juga merinci perbedaan fisik antara Kadal Buta betina dan jantan. Kadal Buta betina tidak memiliki kaki, sementara jantan memiliki kaki vestigial berbentuk flap. Faktanya, spesies ini memiliki ukuran tubuh yang cukup signifikan, dengan panjang maksimum dari moncong hingga vent (SVL) mencapai 145,7 mm. Karakteristik fisik lainnya mencakup sisik kepala yang tidak memiliki sutur rostral medial dan lateral, serta ukuran frontal yang lebih besar daripada frontonasal. Ini adalah salah satu aspek yang membuat Kadal Buta begitu berbeda dan menarik untuk dipelajari lebih lanjut.
Warna tubuhnya pun tak kalah menarik, dengan pola yang memperlihatkan dua hingga tiga pita berwarna terang. Habitat asli Kadal Buta ini terletak di hutan hujan muson Pulau Buton, pada ketinggian di bawah 400 mdpl. Temuan ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya reptil Indonesia, yang masih banyak yang belum terungkap, terutama di kawasan Wallacea yang dikenal sebagai hotspot keanekaragaman hayati.
Awal memandang temuan ini tidak hanya sebagai kontribusi pada dunia ilmiah, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya melestarikan keanekaragaman hayati. Dia menyebutkan bahwa pemberian nama spesies baru ini, Dibamus Oetamai, merupakan penghormatan kepada Jakob Oetama, seorang tokoh jurnalisme Indonesia yang sangat berpengaruh. Nama lokal yang diusulkan untuk kadal ini adalah Kadal Buta Buton.
Apa yang menjadi inti dari penemuan ini adalah kesamaan antara karakteristik seorang jurnalis dan seorang peneliti. Jurnalis yang baik selalu bertanya, mencari fakta, dan menyajikan kebenaran tanpa pamrih. Bubuhan rasa ingin tahu inilah yang menjadi pendorong bagi para peneliti untuk mengumpulkan dan menganalisis data demi menemukan kebenaran, meskipun terkadang bisa salah, tetapi selalu berusaha untuk tidak berbohong.
Dengan semakin banyaknya temuan baru seperti ini, diharapkan akan ada lebih banyak perhatian yang diberikan kepada penelitian dan pelestarian biodiversitas di Indonesia. Penemuan Kadal Buta (Dibamus Oetamai) adalah tonggak kecil namun penting dalam peta keanekaragaman hayati global, yang menunjukkan betapa pentingnya menjaga lingkungan dan habitat alami agar tidak hanya spesies ini, namun juga banyak spesies lain yang terancam punah dapat terus berkembang.