www.beritacepat.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaporkan bahwa pesisir selatan Jawa pernah mengalami tsunami raksasa yang diakibatkan oleh gempa megathrust berkekuatan magnitudo 9,0 ribuan tahun lalu. Temuan ini menegaskan bahwa kejadian tersebut bukanlah fenomena sekali jadi, melainkan terjadi berulang secara periodik setiap 600 hingga 800 tahun.
Hasil riset ini, yang dilakukan oleh Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) BRIN, seharusnya menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan pemerintah. Ancaman tsunami serupa diperkirakan masih membayangi wilayah tersebut, terutama dengan perkembangan infrastruktur yang terus berlangsung.
Peneliti Ahli Madya PRKG BRIN, Purna Sulastya Putra, menjelaskan pentingnya penelitian ini. Ia menekankan bahwa pemahaman yang komprehensif tentang potensi tsunami raksasa sangat krusial untuk mitigasi bencana di kawasan selatan Jawa.
Pentingnya Penelitian Paleotsunami untuk Mitigasi Bencana
Penelitian paleotsunami memberikan wawasan mendalam tentang sejarah bencana alam yang pernah terjadi di kawasan tersebut. Dengan mempelajari lapisan sedimen yang dihasilkan oleh tsunami, peneliti dapat memperkirakan skala dan dampak tsunami di masa lalu.
Salah satu penemuan signifikan adalah lapisan sedimen tsunami berusia sekitar 1.800 tahun yang ditemukan di beberapa lokasi seperti Lebak dan Pangandaran. Menurut Purna, penyebaran lapisan ini menunjukkan bahwa tsunami raksasa berpotensi terjadi lebih dari sekali.
Riset ini memanfaatkan metode analisis yang cermat, termasuk pengamatan di lapangan dan pengujian mikrofauna serta unsur kimia. Proses ini membantu memastikan bahwa lapisan sedimen tersebut benar berasal dari peristiwa tsunami.
Jejak Historis Tsunami di Pesisir Selatan Jawa
Penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa jejak tsunami lainnya ditemukan dari periode sekitar 3.000 tahun yang lalu, 1.000 tahun yang lalu, dan bahkan 400 tahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa pesisir selatan Jawa memiliki sejarah panjang terkait dengan bencana ini.
Purna menjelaskan bahwa tantangan dalam penelitian ini adalah tidak semua endapan tsunami dapat bertahan, dan membedakannya dari sedimen yang dihasilkan oleh proses alami lainnya juga memerlukan kehati-hatian tinggi.
Siklus kejadian tsunami yang tercatat menciptakan gambaran jelas bagi penentuan langkah-langkah mitigasi yang tepat. Purna menekankan, bukan sekadar masalah apakah tsunami akan kembali terjadi, tetapi lebih kepada kapan kejadian itu akan berlangsung.
Rekomendasi untuk Kebijakan dan Pembangunan Berwawasan Risiko
Hasil penelitian BRIN dapat digunakan sebagai dasar untuk perumusan kebijakan tata ruang yang lebih aman. Data mengenai daerah dampak, frekuensi kejadian, serta riset estimasi genangan sangat berharga dalam pengambilan keputusan.
Pemerintah daerah disarankan untuk memanfaatkan informasi ini dalam merancang rencana pembangunan yang berorientasi risiko. Sosialisasi kepada masyarakat tentang ancaman dan langkah-langkah yang perlu diambil adalah langkah proaktif yang sangat penting.
Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai risiko bencana, masyarakat dapat lebih siap menghadapi potensi ancaman yang ada. Penelitian ini bukan hanya memberikan gambaran statistik, melainkan juga membentuk kesadaran kolektif tentang pentingnya kesiapsiagaan.