Daftar Isi
Jakarta —
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan rencana strategis untuk mengalihkan kuota impor minyak dari beberapa negara ke Amerika Serikat. Langkah ini diharapkan dapat memperlancar proses negosiasi mengenai tarif impor yang juga melibatkan Presiden Donald Trump.
Penyesuaian kuota ini mencakup pengalihan sebagian pasokan minyak dari Timur Tengah dan Afrika. “Kami sedang menghitung jumlah yang akan dialihkan, agar hubungan kami dengan negara lain tetap terjaga,” ujar Bahlil saat konferensi pers di Istana Negara.
Proses negosiasi dengan pihak Amerika masih berlangsung, dan Bahlil berharap setelah kesepakatan dicapai, strategi implementasi dapat segera diterapkan.
1. Rencana Tambah Kuota Impor Minyak dari AS
Bahlil sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah akan menambah kuota impor minyak mentah dan LPG dari AS hingga mencapai nilai US$10 miliar, setara dengan Rp165 triliun, berdasarkan asumsi kurs Rp16.500 per dolar AS.
Dari data Badan Pusat Statistik, diketahui bahwa sepanjang Februari 2025, neraca dagang Indonesia dengan AS tercatat surplus US$3,13 miliar, sementara pada 2024 surplus mencapai US$16,84 miliar. Hal ini menimbulkan respons dari pihak AS yang mendorong pemerintah Indonesia untuk mengimpor lebih banyak produk dari mereka.
2. Peningkatan Porsi Impor Minyak dari AS
Dengan skema pengalihan kuota ini, porsi impor minyak dari AS diproyeksikan meningkat dari 4 persen menjadi 40 persen. Secara bersamaan, porsi impor LPG yang saat ini berada di angka 54 persen juga direncanakan akan naik menjadi 80 hingga 85 persen.
3. Sifat Ekonomi yang Berkelanjutan
Bahlil menegaskan bahwa penambahan impor energi dari AS tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pengalihan ini dilakukan dengan cara memodifikasi pembelian dari negara lain tanpa menambah kuota impor keseluruhan.
Rencana Menghentikan Impor Minyak dari Singapura
Bahlil juga mempertimbangkan untuk menghentikan impor minyak dari Singapura yang dianggap lebih mahal dibandingkan sumber dari Timur Tengah. “Jika minyak dari Singapura lebih mahal, mengapa kami harus terus mengimpornya?” ujarnya.
Dengan berbagai langkah ini, pemerintah berharap dapat menyeimbangkan neraca perdagangan sambil tetap menjaga hubungan baik dengan negara-negara pengirim lainnya.