www.beritacepat.id –
Produsen otomotif asal China, Neta Auto, kini berada di ujung tanduk. Situasi ini dipicu oleh masalah keuangan yang berlanjut dan berdampak signifikan pada operasional perusahaan. Baru-baru ini beredar kabar bahwa Toyota, raksasa otomotif asal Jepang, tertarik untuk mengakuisisi Neta. Namun, kabar ini langsung dibantah oleh pihak Toyota, menegaskan bahwa mereka tidak pernah mempertimbangkan akuisisi tersebut.
Informasi mengenai potensi akuisisi ini pertama kali dilaporkan oleh Kuai Technology. Menurut sumber tersebut, Toyota sedang menilai berbagai faktor sebelum membuat keputusan strategis. Meski Toyota telah melakukan berbagai upaya untuk mengejar ketertinggalan di pasar mobil listrik di China, keterlibatan dalam akuisisi Neta bisa menjadi langkah signifikan bagi perusahaan tersebut.
Namun, pembantahan dari pihak Toyota dan Neta menunjukkan bahwa rumor ini dilandasi keadaan sulit yang dihadapi Neta. Sejak awal tahun, perusahaan ini telah berjuang untuk memenuhi kewajiban keuangannya, bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masal yang tentunya berdampak pada moral karyawan dan operasional perusahaan. Pada Maret 2025, banyak pemasok Neta datang ke kantor pusat di Shanghai untuk menagih utang, yang menunjukkan situasi keuangan yang semakin mendesak.
Dalam usaha mencari solusi, Neta telah meraih kesepakatan konversi utang menjadi saham senilai lebih dari 2 miliar yuan dengan beberapa pemasok utama, termasuk nama-nama besar seperti CATL dan Gotion High-Tech. Ini adalah langkah strategis untuk mengurangi beban utang perusahaan dan memungkinkan mereka untuk tetap bertahan di industri yang semakin kompetitif ini.
Namun, perjuangan Neta tidak berhenti di situ. Mereka terus berusaha mengejar pendanaan tambahan untuk mendukung operasional mereka. Rencana untuk menggalang dana sebanyak 4 hingga 4,5 miliar yuan melalui putaran pendanaan Seri E tengah berjalan, namun hingga pertengahan Mei 2025, dana tersebut belum juga terealisasi. Keterlambatan ini berpotensi membuat produksi terhenti, membahayakan kelangsungan hidup perusahaan ke depannya.
Lebih mendalam, nampaknya situasi Neta semakin tidak menentu ketika terdaftar dalam proses peninjauan kebangkrutan oleh Pengadilan Rakyat Tingkat Menengah di Kota Jiaxing. Ini adalah langkah serupa yang diambil oleh banyak perusahaan di Tiongkok ketika menghadapi situasi yang sulit secara finansial. Hozon New Energy Automobile Co., Ltd., induk Neta, kini menghadapi tantangan hukum yang akan semakin memperburuk posisi mereka di pasar.
Dari sisi beban utang, Neta diperkirakan memiliki utang total sekitar 10 miliar yuan. Sejak bulan November 2024, tanda-tanda permasalahan internal muncul ketika perusahaan menghentikan operasi dan melakukan PHK pada karyawan. Meskipun klaim bahwa perusahaan hampir pulih sempat diungkap oleh pendirinya, Fang Yuzhou, kenyataan menunjukkan bahwa perusahaan masih terjebak dalam ikatan utang yang mengikat.
Sejumlah langkah strategis diadopsi Neta untuk memperbaiki kondisi keuangan, termasuk kesepakatan untuk mengonversi utang menjadi saham. Namun, masalah sesuai yang dihadapi Neta bukanlah hal yang mudah diatasi. Meskipun mereka sempat mendapatkan dukungan dari pemasok, sisa utang senilai 6 miliar yuan masih menjadi beban yang harus ditanggung.
Kembali ke Toyota, keinginan mereka untuk terjun ke dalam segmen mobil listrik di Tiongkok memang cukup besar. Dengan meluncurkan model seperti bZ3X dan bZ5 serta membangun pabrik Lexus EV, Toyota menunjukkan komitmennya untuk bersaing di pasar yang berkembang pesat ini. Namun, akuisisi Neta, meskipun menarik, berisiko mengundang masalah baru yaitu beban utang yang dimiliki Neta.
Secara keseluruhan, situasi yang dihadapi oleh Neta merupakan gambaran dari tantangan yang dihadapi banyak perusahaan di industri otomotif saat ini, terutama yang berfokus pada kendaraan listrik. Ketidakpastian yang ada menuntut berbagai perusahaan untuk berpikir cepat dan mengambil langkah strategis guna memastikan keberlangsungan dan pertumbuhan di pasar yang semakin kompetitif.