Jakarta – Dalam serangan udara terbaru, militer Israel dilaporkan menewaskan sekurang-kurangnya 146 warga Palestina dalam kurun waktu 24 jam terakhir. Otoritas kesehatan di Gaza meyakini jumlah korban yang terluka jauh lebih banyak dari angka yang diumumkan. Keresahan ini muncul di tengah suasana ketegangan yang meningkat, setelah Presiden AS mengakhiri lawatannya di Timur Tengah tanpa mencapai kesepakatan gencatan senjata yang diharapkan.
Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara, Marwan Al-Sultan, mengungkapkan kondisi mengenaskan di rumah sakit. “Sejak tengah malam, kami telah menerima 58 martir, sementara banyak korban lainnya masih terjebak di bawah reruntuhan. Situasi di dalam rumah sakit sangat buruk,” ujarnya. Berita dari Reuters menyebutkan bahwa berdasarkan data dari otoritas kesehatan setempat, sudah 459 orang yang terluka dalam serangan Israel tersebut.
Pada hari sebelumnya, militer Israel menginstruksikan warga Gaza untuk pindah ke selatan setelah menggempur kota Beit Lahia dan kamp pengungsi Jabalia. Masyarakat setempat melaporkan bahwa tank-tank Israel mulai bergerak menuju Khan Younis, menandakan kemungkinan perluasan konflik. Serangan besar-besaran dari pasukan Israel dilakukan sebagai tahap awal dari Operation Gideon’s Wagons, yang ditujukan untuk melemahkan Hamas dan mengembalikan kontrol operasional di Jalur Gaza.
Situasi ini semakin diperburuk oleh kondisi sistem kesehatan di Gaza yang hampir kolaps. Rumah sakit menghadapi serangan bertubi-tubi dari militer selama 19 bulan perang, dan pasokan medis kini berada di ambang kehabisan akibat blokade ketat yang diberlakukan sejak Maret 2025. Laporan menunjukkan bahwa kelaparan kini mengancam di Gaza setelah Israel menghentikan pengiriman bantuan selama 76 hari, sementara PBB mendesak Dewan Keamanan untuk mengambil tindakan mencegah terjadinya genosida.
Di tengah peningkatan tekanan internasional untuk mengakhiri konflik, tanda-tanda positif dari pihak Israel masih minim. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa negara itu berencana untuk memperluas serangan terhadap Hamas setelah menyetujui rencana yang memungkinkan perebutan seluruh Jalur Gaza. Serangkaian serangan ini tampaknya ditujukan untuk menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan kelompok Hamas, yang telah menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat sipil Palestina.
Dengan lebih dari 53.000 warga Palestina yang tercatat tewas akibat serangan Israel, situasi di Jalur Gaza semakin hari semakin memburuk. Serangan tersebut tidak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga menghancurkan infrastruktur dan meninggalkan lebih dari dua juta penduduk tanpa rumah.
Sementara itu, ada laporan yang menyebutkan bahwa pemerintah AS sedang merencanakan untuk memindahkan sekitar satu juta warga Palestina dari Jalur Gaza ke Libya. Namun, baik pihak Hamas maupun otoritas yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas menolak rencana pemindahan tersebut, menegaskan bahwa tanah air mereka adalah di Palestina.
Ketegangan yang terus berlanjut dan serangan yang semakin intensif menunjukkan bahwa situasi di Gaza tak kunjung menemui jalan keluar. Dalam suasana demikian, dibutuhkan upaya yang lebih dari sekadar diplomasi untuk mengatasi konflik berkepanjangan ini demi masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Palestina.